foto: ilustrasi. |
Salah satu keutamaan Aisyah binti Sa'ad adalah penguasannya dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari fikih, hadis, tafsir, sejarah, bahkan strategi perang. Kemampuan Aisyah ini tidak terlepas dari asal keturunannya. Aisyah adalah putri dari salah satu sahabat Rasulullah SAW, Sa'ad bin Abi Waqqas.
Bahkan, Rasulullah sendiri yang telah menjamin Sa'ad menjadi salah satu penghuni surga. Sa'ad merupakan salah satu pahlawan Perang Uhud dengan terus melindungi Rasulullah SAW. Keberanian dan ketaatan ini ternyata turun ke Aisyah, terutama dalam hal kewajiban menuntut ilmu.
Aisyah lahir setelah kaum Muslimin hijrah ke Madinah, tepatnya pada 33 Hijriyah di akhir masa kekhalifahan Ustman bin Affan. Sebagai putri dari salah seorang sahabat, Aisyah memang memiliki akses untuk bisa menimba ilmu kepada semua Ummul Mukminin atau istri-istri Rasulullah SAW.
Tapi, Aisyah kerap mendatangi Aisyah binti Abu Bakar untuk bisa menimba ilmu. Aisyah pun banyak belajar dan meniru kehidupan serta kesederhaaan para istri Nabi Muhammad SAW.
Termasuk, dalam hal beribadah. Aisyah binti Sa’ad turut mempelajari dan menirukan wudhu para istri Rasulullah SAW. Dia juga banyak bertanya kepada istri Rasulullah SAW terkait masalah-masalah agama dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi seorang Muslimah.
Tidak hanya itu, Aisyah juga dikenal sebagai ahli ibadah. Dia bahkan dikenal selalu mengikuti shalat Isya berjamaah di Masjid Nabawi, Madinah. Tentunya, dengan tetap menjaga adab dan keselamatan bagi dirinya dan perempuan lain.
Perbuatan Aisyah ini bahkan disebut menjadi dalil bagi perempuan yang ingin melakukan shalat berjamaah di masjid, tapi tetap menjaga adab-adab Islami terhadap kaum perempuan. Selain belajar dari Ummul Mukminin, Aisyah juga menimba ilmu dari sang ayah, Sa’ad bin Abi Waqqas.
Alhasil, dengan ilmu yang berasal dari Ummul Mukminin dan ayahnya, Aisyah dikenal sebagai salah satu perawi hadis terpercaya dari kalangan tabiin. Kondisi ini juga diperkuat dengan sifat kesungguhan dan kehati-hatian dalam menjaga amanah yang dimiliki Aisyah. Ulama-ulama besar pun banyak yang meriwayatkan hadis dari Aisyah. Salah satu ulama besar ahli hadis, Imam Malik lebih memilih hadis yang diriwayatkan Aisyah binti Sa’ad.
Kapasitas keilmuan Imam Malik memang tidak bisa diragukan lagi. Tentu, dengan kapasitas itu, Imam Malik tidak akan begitu saja mengambil periwayat hadis. Tapi, Imam Malik memilih Aisyah binti Sa’ad sebagai satu-satunya wanita periwayat hadis. Imam Malik disebut tidak pernah meriwayatkan hadis dari wanita selain Aisyah binti As’ad.
Dari berbagai hadis yang telah diriwayatkan Aisyah, ada sejumlah hadis yang cukup populer, antara lain, soal mendoakan dan mengunjungi Muslim yang tengah sakit. Ini dilakukan agar dapat meringankan penderitaan si sakit.
Aisyah binti Sa’ad meriwayatkan bahwa ayahnya bercerita, ‘’Ketika saya di Makkah, saya mengadukan sakit yang begitu berat kepada Rasulullah SAW. Kemudian, Rasulullah SAW menjenguk saya. Kemudian, beliau menaruh tangan beliau dan mengusapkannya pada muka dan perut saya, seraya berdoa, ‘Ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad dan sempurnakanlah hijrahnya.’’’
Selain itu, ada pula hadis yang menyebutkan soal penggunaan tasbih (as-sabhah) atau kerikil saat sedang berzikir. Sebagaimana hadis dari Aisyah binti Sa’ad dari ayahnya, ‘’Bahwa kami masuk bersama Rasulullah SAW ke rumah seorang wanita (yang sedang berzikir) dan ditangannya itu ada kerikil atau biji yang digunakan untuk bertasbih,’’ (HR Abu Daud). Hadis ini menjelaskan, Rasulullah SAW melihat orang menggunakan alat bantu dalam berzikir, tapi tidak melarangnya.
Memang, peran terbesar Aisyah binti Sa’ad adalah menyampaikan hadis yang didapatkannya dari sang ayah. Imam Nawawi menyebut, Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan setidaknya 270 hadis dari Rasulullah SAW. Hidup selama 84 tahun, Aisyah akhirnya meninggal dunia pada 117 Hijriyah.
Selama hidupnya, Aisyah mengabdikan diri untuk beribadah kepada Allah SWT dan menggali ilmu agama serta menyebarkannya. Tidak hanya itu, Aisyah binti Sa’ad juga tercatat sebagai wanita terakhir yang tersisa dari kaum Muhajirin. Dia mengatakan, ‘’Demi Allah, tidak ada yang tersisa dari keturunan Muhajirin selain diriku.’’
Sumber: Republika.co.id
Blogger Comment
Facebook Comment