Para pekerja memindahkan tong ke atas kapal untuk dikirim ke Palembang di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (2/12). |
Terdapat beberapa pendapat tentang riwayat atau asal usul Fatahillah. Beberapa kalangan mengatakan, ia berasal dari Pasai, Aceh Utara. Daerah yang akhirnya dikuasi Portugis tersebut membuat Fatahillah terpaksa meninggalkan Pasai, kemudian pergi ke Makkah. Setelah ke Makkah, ia pulang kembali ke tanah Jawa, yakni Demak.
Ada pula kalangan yang mengatakan, Fatahillah merupakan putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri raja Pajajaran. Pendapat hampir serupa menyebut Fatahillah dilahirkan pada 1448 dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.Kendati cukup banyak pendapat tentang asal usulnya, Fatahillah diperkirakan menginjakkan kakinya di tanah Jawa pada 1525.
Kala itu, ia juga telah menyadari adanya ancaman kehadiran Portugis yang telah difasilitasi oleh Kerajaan Pajajaran melalui perjanjian Padrao (1522).Menurut sejumlah sumber sejarah, raja Sunda menyambut hangat kedatangan bangsa Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik takhta menggantikan ayahnya dan bangsa Portugis memanggilnya dengan sebutan "Raja Samio".
Kala itu, raja Sunda menyepakati perjanjian persahabatan dengan raja Portugis dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal mereka. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai, maka dia akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis.
Dengan kata lain, Sunda Kelapa memang berada di wilayah Kerajaan Pajajaran dan kerajaan tersebut bermaksud mengundang Portugis demi mengamankan eksistensinya atas apriori terhadap perkembangan Islam di pulau Jawa. Sedangkan, dalam sudut pandang Fatahillah, kehadiran Portugis di Sunda Kelapa adalah ancaman regional terhadap seluruh kerajaan di Nusantara, khususnya pulau Jawa.Hal tersebut yang menyebabkan Fatahillah mengerahkan armada perangnya untuk merebut Sunda Kelapa.
Sebelum menuju Sunda Kelapa, Fatahillah yang berangkat dengan armada perang Demak, terlebih dulu menuju ke Kesultanan Cirebon guna menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Setelah itu, armada Fatahillah menuju Banten, yang memang telah bergolak melawan Pajajaran.
Tumbangnya Banten dari Pajajaran dan sebagian besar pemberontak di sana semakin menambah besar daya pukul kekuatan (fire power) armada Fatahillah. Pada 1526, Alfonso d'Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa. Kapal yang dikirim adalah jenis galleon yang berbobot hingga 800 ton dan memiliki 21-24 pucuk meriam. Armada itu diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.
Pada tahun yang sama, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang bersama 1.500 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Demak terdiri dari kapal tradisional jenis Lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari galleon.Pada awal 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa. Sementara, pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran dari arah Barat.
Pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian Timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh Kerajaan Pajajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.Setelah melalui pertempuran sengit, pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah akhirnya berhasil menaklukkan pasukan Portugis.
Pascakemenangan tersebut, Fatahillah didaulat menjadi gubernur di Sunda Kelapa. Fatahillah pun mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang merupakan cikal bakal lahirnya kota Jakarta. (republika.co.id)
Blogger Comment
Facebook Comment